A. Latar Belakang Pendekatan Analisis
Transaksional
Sejarah
Pendekatan
Analisis transaksional dikembangkan oleh Eric Benre (1910-1970) setelah ia
mendapatkan gelar M. D (Medical Doctor).
Dari McGill university di montreal pada tahun 1935. Ia menyelesaikan
spesialisasi psikiatri di yale University. Ketika mengabdi di tentara Amerika
Serikat (US Army) selama tahun 1943-1946, ia mulai bereksperimen tentang terapi
kelompok. Setelah itu ia memulai praktik psikiatri di Carmel, California. Berdasarkan
hasil observasinya terhadap konseli-konseli, Berne membuat kesimpulan tentang
struktur dan fungsi kepribadian yang bertentangan dengan sebagian besar
psikiatris jaman itu, sekitar pertengahan 1950. Pada usia 46 tahun, ia
mengundurkan diri dari keanggotaan di the Psychoanalitic Institute. Kemudian ia
mendobrak asumsi dasar dari Psikiatri tradisional dan mulai berpraktik dengan
Transaksional Analysis. Pada tahun 1946 ia menerbitkan buku Games People Play
yang menjadi International best-seller (Thompson, et.al, 2004,
p.265:Corey,1986, p.149) dalam (Gantina Komalasari, p.90)
Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. Transaksional maksudnya ialah hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak.
Analisis
transaksional (TA) adalah merupakan teori kepribadian dan sistem yang
terorganisir dari terapi interaksional. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa
disaat kita membuat keputusan berdasarkan premis premis masa lalu yang pada
suatu waktu sesuai dengan kebutuhan kelangsungan hidup kita tetapi yang mungkin
tidak lagi berlaku. TA menekankan aspek kognitif dan perilaku dari proses
terapeutik. Dalam TA ada tiga sekolah diakui klasik, Schiffian (atau
reparenting), dan redecisionaland dua sekolah tidak resmi diidentifikasi
sebagai reparenting diri dan korektif orangtua. Redecisional sekolah yang telah
diperoleh dalam menonjol dan merupakan fokus dari bab ini.
Teori
analisis transaksional merupakan karya besar Eric Berne (1964), yang ditulisnya
dalam buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa
terkenal dari kelompok Humanisme. Teori analisis transaksional merupakan teori
terapi yang sangat populer dan digunakan dalam konsultasi pada hampir semua
bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis transaksional telah menjadi salah
satu teori komunikasi antarpribadi yang mendasar.
(http://wsmulyana.wordpress.com/2009/01/19/analisis-transaksional-eric-berne/)
Latar
belakang
Pendekatan
Analisis Transaksional merupakan pendekatan yang dapat digunakan pada setting
individual maupun kelompok. Pendekatan ini berbeda dengan kebanyakan pendekatan
terapi, baik dari segi kontraktual maupun pengambilan keputusan. Pendekatan ini
memfokuskan pada pengambilan keputusan di awal yang dilakukan oleh konseli dan
menekankan pada kapasitas konseli untuk membuat keputusan baru dan mengganti
arah hidupnya (Corey, 1986, p.149 dalam Gantina Komalasari, 2011, p. 89)
Pendekatan
Analisis transaksional terdiri dari dua kata, analisis yang berarti pengujian
sesuatu secara detail agar lebih memahami atau agar dapatmenarik kesimpulan
dari hasil pengujian tersebut, sedangkan transaksional atau transaksi adalah
unit pokok dari sebuah hubungan sosial. Dengan demikian analisis transaksional adalah
metode yang digunakan untuk mempelajari interaksi antar individu dan pengaruh
yang bersifat timbal balik yang merupakan gambaran kepribadian seseorang.
B. Pandangan Tentang Manusia menurut
Pendekatan Analisis Transaksional
Analisis transaksional berakar dari filosofi
aniderministik. Filsafat ini menempatkan kepercayaan pada kapasitas individu
untuk meningkatkan kebiasaan dan memilih btujuan dan tingkah laku baru.
Pendekatan ini melihat individu dipengaruhi oleh ekspektasi dan tuntutan dari
orang-orang yang signifikan baginya, terutama pada pengambilan keputusan pada
masa-masa dimana individu masih bergantung terhadap orang lain. Akan tetapi
keputusan awal tersebut tidak lagi sesuai sehingga dapat membuat keputusan baru
(Thompson,et.al.,2004, p.266:Corey, 1986, p. 150-151). Dikutip dari (Gantina
Komalasari 2011, p.92)
C. Konsep Dasar Pendekatan Analisis
Transaksional
Pendekatan analisis transaksional memiliki
asumsi dasar bahwa perilaku komunikasi seseorang dipengaruhi oleh ego state
yang dipilihnya ,setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai sebuah transaksi
yang didalamnya turut melibatkan ego state serta sebagai pengalaman dari masa
kecil,setiap orang cenderung memilih salah satu dari empat kemungkinan posisi
hidup.Pendekatan ini dapat digunakan pada seting individual maupun kelompok
yang melibatkan kontrak yang dikembangkan oleh konseli yang dengan jelas
menyebutkan tujuan dan arah dari proses terapi.Selanjutnya pendekatan ini
memfokuskan pada pengambilan keputusan diawal dilakukan oleh klien dan menenkankan
pada aspek kognitif ,rasional dan tingkah laku dari kepribadian dan
beriorentasi pada peningkatan kesadaran sehingga konseli dapat membuat
keputusan baru dan mengganti arah hidupnya.
Beberapa konsep penting dalam
pendekatan analisis transaksional yaitu :
1.
Injungsi (Injunction)dan pengambilan
keputusan awal (Early Decision)
(Corey
,1986,p 93) mengatakan Injunctoin merupakan pesan yang disampaikan kepada anak
oleh parent’s internal child out dari kondisi kesakitan orangtua seperti
kecemasan ,kemarahan,frustasi dan ketidakbahagiaan.Pesan ini menyuruh atau
meminta anak untuk melakukan apa yang harus mereka lakukan secara verbal dan
tingkah laku ,namun sering pesan ini terbentuk melalui tingkah laku
orangtua.Sebagai seorang anak yang membutuhkan pengakuan dan stroke dari
orangtua dalam mengambil keputusan awal,sehingga pesan-pesan orangtua diterima
oleh anak.Goulding dan Goulding (1978,1979 Hlm 94) mengemukakan injunction
biasa terjadi dan beberapa kemungkinan keputusan yang dibuat untuk merespon
injunction,diantaranya adalah:
a)
Don’t do anything (jangan berbuat apa-apa)
Injuncition
diberikan oleh orangtua yang ketakutan. Injuncition mengatakan kepada anak
untuk tidak melakukan aktivitas normal karena takut akan kecelakaan yang
mungkin terjadi.Bentuk pesan injuctionnya adalah ‘jangan berbuat apa-apa sebab
nanti berbahaya ‘anak yang menerima Injuncition akan mempercayai bahwa tidak
ada yang ia lakukan benar atau aman dan biasanya mencari pertolongan orang lain
untuk melindungi dan mengambil keputusan untuk mereka (De
Blot,2002,p.104;Corey,1986,p.153)
keputusan
yang mungkin diambil ”saya takut membuat kesalahan dalam mengambil keputusan
,saya tidak mau mengambil keputusan”(corey,1986,p.153)
b)
Dont’t be (don’t exist)
Pesan yang
paling berbahaya(letbal).Pesan ini diberikan secara non verbal melalui cara
orangtua berkeyakinan tentang anak mereka.Pesan orangtua dapat berupa”jangan
hidup dan saya berharap kamu tidak
pernah dilahirkan sehingga saya tidak harus meninggalkan semua yang saya
punya”Anak yang menerima pesan don’t exist ini akan menyusun naskah hidup yang
berkeinginan untuk bunuh diri ,minder,tidak berguna,tidak berharga ,sikap
brutal dan tidak peduli (De Blot ,2002,p.95-96;Corey ,1986,p.153)
Keputusan
yang mungkin diambil saya akan melakukan
apa yang kamu inginkan dan berpura-pura saya tidak ada dalam keluarga ini”
Orangtua
yang memberikan pesan ini kepada anaknya kemungkinan disebabkan karena orangtua
merasa dirugikan atau terancam children-nya karena ada child lain dalam diri
anaknya.Pesan ini dapat disampaikan oleh ibu yang telah memiliki banyak anak
tetapi tiba-tiba hamil lagi.Dalam hati ia menolak kehamilannya.Meskipun secara
rasional dengan ego state dewasanya ia menerima anaknya dengan baik ,namun
secara halus ia menyampaikan pesan”kok kamu sampai lahir”
c)
Don’t be close (jangan dekat)
Pesan ini
dapat diberikan oleh orangtua yang tidak bisa dekat secara fisik atau yang
menjauhkan anaknya sehingga anak kurang mendapatkan kemesraan fisik dari
orangtua.Anak yang kurang mendapatkan kemesraan dari orangtua akan menjauhkan
diri dari orangtuanya dan orang lain.Hal ini barakibat anak mengembangkan
persaaan dingin,selalu mencurigai orang lain ,tidak percaya orang lain dan
keras terhdap orangtua dan memandang bahwa ia ditolak orang lain (De Blot
,2002,p.108-109 Keputusan yang
kemungkinan diambil “saya tidak
akan dekat dengan orang lain,sehingga saya tidak akan tersakiti”
d)
Don’t be important (jangan menjadi orang
penting)
Pesan
injunction ini merupakan pesan oragtua yang secara tidak sadar membuang
anaknya.Anak mungkin merasa tidak
dihargai ketika mereka berbicara sehingga mereka memutuskan bahwa mereka
inginkan dan butuhkan (De Blot,2002,p.105;Corey,1986,p.154).Orang yang membawa
naskah hidup yang mengandung pesan injunction ini menjadi panik bila diberi
tanggung jawab sebagai pimpinan,tidak dapat berbicara dihadapan orang
banyak.Dalam pekerjaan,biasanya mereka tidak mau naik pangkat,tetapi bekerja
dengan baik dan rajin sebagai bawahan.Bila ada kesempatan untuk menjadi orang
yang memiliki tanggung jawab yang lebih besar,ia akan selalu mencari alasan
untuk menolaknya.Orang ini juga tidak perna dapat berjuang untuk kepentingannya
sendiri baik menerima kekalahan.(De Blot,2002,p.105)
Keputusan
yang mungkin diambil “saya tidak pernah merasa berharga”.
e)
Don’t be a child (jangan seperti anak
kecil)
Pesan ini
biasa diterima oleh anak tertua karena
ia harus bertanggung jawab dan merawat saudara-saudaranya.Ketika anak
ini tumbuh,ia mungkin akan mendapatkan kesulitan untuk menikmati kesenangan dan
menjadi anak-anak (Corey,1986,p.154).Implikasi pesan ini pada individu terlihat
ketika menjadi orangtua,ia tidak memperbolehkan anaknya untuk mengembangkan
childnya dengan terus menerus mengirimkan pesan:”jangan seperti anak kecil” (De
Blot,2002,p.99-100)
Keputusan
yang mungkin diambil “saya akan selalu dewasa dan tidak boleh bertindak seperti
kekanak-kanakan”.
f)
Don’t grow (jangan jadi besar)
Pesan ini
biasa diterima oleh anak bungsu.Pesan ini berupa serial pesan orangtua yang
meliputi “jangan tumbuh dan meninggalkan saya “Pesan ini disampaikan orangtua
karena mereka ingin mempertahankan anak mereka tetap kecil sehingga memerlukan
orangtua atau orangtua takut bahwa mereka tidak dapat mengontrol anak-anak
mereka bila mereka tumbuh dewasa.
Keptusan
yang mungkin diambil “saya akan tetap jadi anak kecil dan tidak berdaya
sehingga saya akan selalu mendapatkan hadiah dari orangtua saya” (Corey
,1989,p.154)
g)
Don’t succeed atau don’t make it (jangan
berhasil)
Pesan ini
biasanya disampaikan oleh orangtua yang biasa mengkritik anak-anaknya.Pesan
yang disampaikan dapat berbentuk :”kamu tidak bisa melakukan ini” Anak yang
menerima pesan ini mendapat stroke untuk gagal (Corey,1986,p.154).Sebagai
contoh ,ayah yang lahir dari keluarga
buruh yang miskin dan tidak sempat sekolah karena harus membantu mencari nafkah.Ketika
anaknya berhasil mencapai tingkat perguruan tinggi ,ia merasa bangga melihat
anaknya berhasil tetapi childnya merasa iri karena anaknya lebih pandai dari
dirinya (De Blot,2002,p.103)
Keptusan
yang mungkin diambil “tidak peduli seberapa baik saya,saya tidak perna merasa
cukup baik”
h)
Don’t be you (jangan begitu)
Pesan ini
disampaikan oleh orangtua yang ingin memiliki anak dengan jenis kelamin yang
berbeda dengan anak yang dilahirkan atau yang memiliki harapan yang terlalu
tinggi untuk anak-anak mereka.Hal ini terlihat dari orangtua yang sering
membandingkan –bandingkan dengan anak lain dalam bentuk fisik,prestasi.
Keputusan
yang mungkin diambil “Saya akan berpura-pura menjadi perempuan /Laki-laki”
(Corey,1986,p.154)
i)
Don’t be sane and don’t be well
Hal ini
berakibat pada anak dengan little professor-nya berpikir bahwa untuk
mendapatkan perhatian orangtuanya harus sakit..Ketika mencampai dewasa ,bila
anak mengalami kesulitan dalam hidup ,ia akan jatuh sakit sehingga mendapat
perhatian seperti yang diharapkan.Disamping itu juga ,anak belajar bahwa sakit
akan menyelesaikan masalahnya,sehingga setiap mengalami masalah atau perubahan
dalam hidup ,ia akan jatuh sakit (De Blot,2002,p.111)
j)
Don’t belong (jangan jadi orang kita)
Pesan ini
mengindekasihkan bahwa keluarga merasa bukan bagian dari komunitas atau
kelompok tertentu (Corey,1986,p.154).Individu merasa asing dapat karena ia
didik oleh orangtua yang kaku sehingga merasa dirinya asing,aneh dan tidak
diterima dalam lingkungan atau dapat pula anak dibesarkan oleh keluarga yang
berbeda-beda seperti anak yatim (De Blot,2002,p.106-107).
Keputusan
yang diambil “tidak seorangpun akan menyukai saya karena saya bukan bagian dari
kelompok manapun”
k)
Don’t think (Jangan berpikir)
Bila anak
bertanya tentang hal-hal yang tidak diketahui ,orangtua menjawab dengan
perkataan “jangan berpikir yang aneh-aneh “Hal ini akan menutup jalan berpikir
anak sehingga ia tidak akan bertanya apa-apa lagi (De Blot,2002,p.103) Contoh
Agus bercerita pada ayahnya “pak tadi saya membawa sepeda kebengkel karena
bannya gembos terus”ayahnya membentak
“kok ga tanya-tanya dulu?jangan lancang ambil inisiatif sendiri,tanya
Bapak dulu kalau mau berbuat sesuatu”
l)
Don’t feel (Jangan merasa)
Orang yang
tidak dapat mengekspresikan perasaan /mencurahkan isi hatinya dapat disebabkan
karena pemalu,atau tidak dibiasakan mengeksperesikan perasaannya kepada orang
lain dan tidak boleh membicarakan perasaannya sendiri.Pada budaya tertentu
laki-laki dilarang menunjukkan perasaan sedih dan menangis didepan umum,dan perempuan
dilarang menunjukkan kemesraan didepan umum.Aturan –aturan ini menjadi pesan
injuction dari orangtua keanak (De Blot,2002,p.104)
2.
Strokes
Strokes
adalah bentuk pengakuan .Dapat berupa sentuhan fisik/sombolik seperti pandangan
mata,kat-kata,bahasa tubuh dan verbalisasi (Thomas,et.al.,2004,p.276)
Strokes
positif merupakan bagian penting dalam perkembangan kondisi psikologis yang
sehat.membentuk ekspresi kasih sayang dan penghargaan .Sedangkan negatif
menghambat perkembangan individu.
3.
Naska Hidup
Menurut
Berne ,naskah hidup merupakan lakon hidup seseorang yang disusun sendiri pada
masa kecilnya.Dia sendiri menyusun lakon hidupnya bukan pengaruh lingkungan
,orangtua,atau orang lain yang berpengaruh.Naska hidup disusun atas dasar
penentuannya sendiri.Karena itu anak dibesarkan dalam lingkungan dan keadaan
yang sama dengan anak lain dapat menyusun naskah hidup yang berbeda (De
Blot,2002,p.107)
Pembentukan
naska dipengaruhi Injunction,Stroke dan Hunger.
4.
Konsep Ego State
Terdapat 3
jenis Ego state yang secara inheren eksis dalam diri setiap individu yaitu Ego
state orangtua,ego state anak-anak dan ego state dewasa.
a.
Ego state Orangtua
Terdapat
dua jenis ego state orangtua
·
Orangtua yang membimbing yakni empatik dan
penuh pengertian ,peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain ,serta
menilai dan memberi batasan benar dan salah yang tegas
·
Orangtua yang mengkritik.Hal ini cenderung
mengkritik dan menggurui .Nada suara tinggi dan keras.Sering mengatakan
“Tidak”jangan”biasanya kalaubicara sambil menunjuk (Thompson,et.al.,2004,p.109;Corey,1986,p.109)
b.
Ego State orang dewasa
Ciri-cirinya
berpikir logis berdasarkan fakta-fakta obyektif dalam mengambil
keputusan,nalar,tidak emosional dan bersifat rasional.Kata-kata yang
ditampilkan netral,diplomatis,jelas dan tidak tergesa-gesa.Ekspresi wajah
tenang dan nada suara datar (Thompson,et.al.,2004,p110;Corey.1986,p110).
c.
Ego State Anak-anak
Terdapat
tiga jenis ego state anak yaitu
·
Anak yang alamiah (spontan mengungkapkan
perasan dan keinginan nya baik positif /negatif
·
Profesor kecil adalah menunjukkan
kebijaksanaan.Ciri-cirinya adalah egosentris ,manipulatif,dan kreatif
·
Anak yang menyesuaikan diri.Melakukan
penyesuaian diri terdapat ego state orangtua yang dimainkan orang lain.Jenis
ego state anak yang menyesuaikan diri adalah anak yang penurut dan anak yang
pemberontak.
5.
Posisi Hidup
Posisi
merupakan titik pangkal dari setiap kegiatan individu,setiap penggunaan
waktu,game,pembuatan rencana dan reaksi terhadap perencanaan dijiwai oleh
posisi dasar ini (De Blot,2002,p.112).Keyakinan-keyakinan ini dinamakan posisi
hidup terdiri dari 4 yaitu
1)
I’m Ok,You’re Ok
Posisi ini
disebut sebagai dasar naskah hidup pemenang dan memiliki potensi untuk
mengembangkan mental dan sehat dan dapat menyelesaikan masalahnya dengan
konstruktif.Individu memiliki sistem OK-OK menentukan menyenagkan orang lain
dan dia juga disenangi orang lain (Thompson ,et.al.,2004,p.113;De
Blot,2002,p.113;James & Jongeward,1996,p.113)
2)
I,m Ok,You’re not Ok
Posisi ini
dimiliki oleh individu yang merasa menjadi korban atau yang diperlakukan tidak
baik.Mereka menyalahkan orang lain atas permasalahan yang mereka alami.Contonya
oleh penjahat dan kriminal.(Thompson,et.al.,2004,p.113;De Blot,2002,p.113;james
& Jongeward,1996,p.113)
3)
I,m not Ok,Your’r Ok
Posisi ini
biasanya dimiliki oleh individu yang merasa tidak punya kekuatan dibandigkan
orang lain.Posisi ini dapat mengarah pada depresi dan yang lebih ekstrim bunuh
diri Thompson,et.al.,2004,p.113;De Blot,2002,p.113;james &
Jongeward,1996,p.113)
4)
I’m not OK, you’re not OK
Posisi ini merupakan dasar paling
kuat untuk menyusun naskah hidup pecundang (loser script). Dalam situasi not
OK-not OK ini kedua pihak kalah menurut Child-nya. Seluruh dunia tidak baik dan
hidup tidak berarti baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Individu merasa
tidak menarik, tidak pantas disayangi dan orangtua tidak memperhatikan karena
mereka sama buruknya. Posisi ini biasanya dimiliki oleh individu yang tidak
punya keinginan hidup, bahkan dapat mengarah pada pembunuhan dan bunuh diri
(Thompson, et.al., 2004, p.273-274; De Blot, 2002, p.68; James & jongeward,
1996, p.36).
Ketika posisi ini telah ditetapkan,
individu akan berusaha untuk mempertahankannya dengan memberi penguatan pada
posisi yang telah diambil. Dengan demikian, posisi hidup ini akan terlihat
dalam games yang dimainkan dan naskah hidup individu. Hal ini dapat dilihat
pada bagan dibawah ini.
Pengalaman
(experience)
|
Keputusan
keputusan
(decisions)
|
posisi hidup
(psychological
position)
|
Tingkah laku naskah yang dikuatkan
(script reinforcing behavior)
|
(James & Jongeward, 1996, p.38).
6.
Membuat Keputusan Ulang ( Redecisions )
The Gouldings (1978, 1979) Dalam proses
membuat keputusan ulang (redecision), konseli diajak untuk kembali kemasa kecil
disaat mereka membuat keputusan, kemudian membentuk ego state anak-anak dan
memfasilitasi konseli untuk membuat keputusan baru. Dengan kegiatan ini,
konseli diajak untuk kembali kemasa kecil secara emosional dan membuat
keputusan baru secara emosional dan intelektual. Contohnya, seorang laki-laki
berjuang untuk mengubah keputusan awal untuk tidak ingin hidup (sebagai hasil
dari pesan “ don’t be” yang diterima dari orangtua), orang tersebut diajak
untuk kembali ke situasi masa kecilnya, mengalami kembali perasaan pada masa
itu dan berkata pada dirinya (dan kepada simbolisasi orangtua) bahwa ia ingin
hidup, ia berhak hidup walaupun orangtuanya tidak menginginkannya lahir. Dengan
demikian ia membuat keputusan baru dalam hidupnya untuk memberhantikan sikap
dan tingkah laku merusak diri (self destructive) dan hidup secara penuh untuk
dirinya (Corey, 1998, p.157).
7.
Games
Game adalah seri berkelanjutan dari
transaksi ulterior yang saling melengkapi yang mengarah pada tujuan yang dapat
diprediksi individu. Berne (1964)
percaya bahwa keuntungan game adalah fungsi stabilisasi (Homeoststic).
Homeostatic adalah kecenderungan individu untuk mempertahankan keseimbangan
psikologis dengan mengatur proses intrapcychic. Perubahan dalam hidup tidak
mudah diterima oleh individu secara otomatis terutama orang yang membutuhkan
penguatan dan konfirmasi atas prasangka, nilai dan pandangannya dan tidak
banyak orang yang dapat dengan mudah menerima informasi baru. Game berfungsi
untuk mempertahankan keseimbangan biologis, eksitensial, psikologis, area
sosial internal dan eksternal (Thompson, et,al., 2004, p.271). Bila individu
terlibat dalam games yang didesain untuk membantunya bila ia jatuh. Anak
mungkin akan mengatur hidupnya untuk mensabotase kesempatan untuk menikmati
kesuksesan. Dengan demikian, games merupakan bagian yang penting dalam
interaksi individu dengan orang lain dan individu harus memahami games yang dimainkannya
untuk hidup lebih otentik (Corey, 1986, p.155).
D. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Pendekatan
analisis transaksional berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan
dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu
kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu: orang
tua, dewasa, anak. Sifat kontraktual proses terapeutik analisis transaksional
cenderung mempersamakan kedudukan konselor dan klien. Adalah menjadi tanggung
jawab klien untuk menentukan apa yang akan diubahnya. Pada dasarnya, analisis
transaksional berasumsi bahwa manusia itu:
- Manusia memiliki pilihan-pilihan dan tidak dibelenggu
oleh masa lampaunya (Manusia selalu berubah dan bebas untuk menentukan
pilihanya). Ada tiga hal yang membuat manusia selalu berubah, yaitu :
- Manusia (klien) adalah orang yang “telah cukup lama
menderita”, karena itu mereka ingin bahagia dan mereka berusaha melakukan
perubahan.
- Adanya kebosanan, kejenuhan atau putus asa. Manusia
tidak puas dengan kehidupan yang monoton, kendatipun tidak menderita
bahkan berkecukupan.
- Keadaan yang monoton akan melahirkan perasaan jenuh
atau bosan, karena itu individu terdorong dan berupaya untuk melakukan
perubahan.
2. Manusia bisa berubah karena adanya
penemuan tiba-tiba. Hal ini merupakan hasil AT yang dapat diamati. Banyak orang
yang pada mulanya tidak mau atau tidak tahu dengan perubahan, tetapi dengan
adanya informasi, cerita, atau pengetahuan baru yang membuka cakrawala barunya,
maka ia menjadi bersemangat untuk menyelidiki terus dan berupaya melakukan
perubahan.
3. Manusia sanggup melampaui
pengondisian dan pemprograman awal (manusia dapat berubah asalkan ia mau).
Perubahan manusia itu adalah persoalan di sini dan sekarang (here and now).
Berbeda dengan psikoanalisis, yang cenderung deterministik, di mana sesuatu
yang terjadi pada manusia sekarang ditilik dari masa lalunya. Bagi AT, manusia
sekarang memiliki kehendak, karena itu perilaku manusia sekarang adalah
persoalan sekarang dan di sini. Kendatipun ada hubungannya dengan masa lalu,
tapi bukan seluruhnya perilaku hari ini ditentukan oleh pengalaman masa
lalunya.
4. Manusia bisa belajar mempercayai
dirinya dirinya sendiri , berpikir dan memutuskan untuk dirinya sendiri, dan
mengungkapkan perasaan-persaannya.
5. Manusia sanggup untuk tampil di luar
pola-pola kebisaaan dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru.
6. Manusia bertingkah laku dipengaruhi
oleh pengharapan dan tuntutan dari orang-orang lain
7. Manusia dilahirkan bebas, tetapi
salah satu yang pertama dipelajari adalah berbuat sebagaimana yang
diperintahkan.
E. Deskripsi Proses Konseling dengan
Pendekatan Analisis Transaksional
1.
Karakteristik konselor
Analisis
transaksional didesain untuk mendapatkan pemahaman tentang emosional dan juga
intelektual, tetapi harus difokuskan pada pada aspek-aspek yang jelas dan
rasional, konselor memiliki karakteristik sebagian besar sebagai penaruh
perhatian pada isu kognitif dan didaktif. Konselor membantu klien dalam hal
menemukan kondisi maa lalu yang tidak menguntungkan, yaitu menentukan keputusan
awal, menggunakan rencana hidup, serta mengembangkan strategi dalam hal
menangani orang-orang yang pada saat ini ingin mereka pertimbangkan
kembali.Konselor tidak memainkan peran sebagai pakar superior yang terpisah,
dan berjauhan tempatnya, yang ada disana untuk menyembuhkan “pasien yang
sakit”. Sebagian besar dari teoritikus AT menekankan pada pentingnya hubungan
yang sederajat dan menunjuk pada kontrak terapi sebagai bukti bahwa konselor dan klien adalah mitra
dalam proses konseling itu. Maka, konselor membawa pengetahuan mereka dalam
konteks kontrak yang jelas dan khas yang diinisiatifkan oleh klien.
Karakteristik
terapis adalah sebagai penolong klien untuk mendapatkan perangkat yang
dibutuhkan untuk mendapatkan perubahan.Konselor mendorong serta mengajar klien
untuk menaruh kepercayaan pada Orang Dewasa, mereka sendiri dan bukan Orang
Dewasanya konselor.Praktek AT kontemporer menekankan bahwa tugas kunci konselor
adalah untuk membantu klien menemukan kekuatan internal mereka untuk
mendapatkan perubahan dengan jalan mengambil keputusan yang lebih cocok
sekarang, sebagai lawan dari terus saja hidup berdasarkan keputusan yang kuno
yang telah klien buat pada masa kanak-kanak.Karakteristik sebenarnya dari
konselor adalah membiarkan klien/konseli menemukan kekuatan mereka sendiri.
2.
Karakteristik Klien
Karakteristik
yang dimiliki klien adalah mampu untuk dibantu membuat keputusan baru mengenai
perilaku mereka pada saat ini dan arah hidup mereka. Konseli dapat mempelajari
alternatif dan cara hidup yang deterministik. Esensi dari terapi adalah
menggantikan suatu gaya hidup yang berciri memainkan permainan dan suratan
hidup menaklukan diri sendiri yang manipulatif dengan gaya hidup yang berciri
kesadaran, spontanitas, dan keakraban. Klien belajar untuk “menulis sendiri
suratan hidupnya” dan bukan secara pasif “disurati” (ditentukan suratan
hidupnya). Menurut Mary Goulding (1987), esensi terapi mengambil keputusan
ulang terdiri dari perubahan kontraktual. Dengan melalui kerja sama, konselor
dan klien menegakkan sasaran terapi yang spesifik, kemudian klien dibantu dalam
hal memegang kontrol atas pikiran, perasaan dan perbuatan mereka.
F. Teknik Konseling Pendekatan
Analisis Transaksional
1.
Analisis Struktural
Analisis
struktural merupakan perangkat yang bisa membuat manusia menjadi sadar akan isi
dan berfungsinya orang tua, orang dewasa, dan anak-anak yang ada pada mereka.
Kllien AT belajar cara mengidentifiksi status ego mereka sendiri. Analisis
struktural menolong mereka untuk menyelesaikan pola yang dirasakan telah
menjeratnya.Analisis itu menjadikan mereka dapay menemukan pada status ego yang
mana dia berpijak. Dengan mengetahui itu ia bisa menentukan pilihan yang akan
diambil.
Dua
problema yang berhubungan dengan struktur kepribadian dapat dijadikan
pertimbangan oleh analisis struktural: kontaminasi dan eksklusi (tidakm
termasuk). Kontaminasi ada manakala isi dari sebuah status ego bercampur dengan
yang lain. Si orang tua, anak-anak, atau kedua-duanya menelusup batas ego orang
dewasa. Kontaminasi dari si orang tu biasanya dimanifestasikan dalam bentuk
gagasan serta sikap yang berdasar prasangka; kontaminasi dari pihak anak-anak
mencakup persepsi realitas yang rancau.Manakala terjadi kontaminasi orang tua,
si anak-anak, atau keduanya npada orang dewasa, “batas tugas” hilang sehingga
demarkasi ndari masing-masing status ego jelas terhapus. Manakala batas-batas
status ego itu telah diluruskan kembali maka orang yang bersangkutan akan
memahami Anak-anaknya dan Orang tuanya dan bukan dikontaminasi olehnya. Contoh
dari ungkapan yang merefleksikan kontaminasi dari Orang Tua adalah “jangan
bergaul dengan orang-orang diluar kelompok kita”.Contoh adanya kontaminasi dari
anak-anak adalah ungkapan-ungkapan sebagai berikut “semua selalu menyalahkan
saya”.
Eksklusi
terjadi manakala, misalnya saja, status ego anak-anak yang tereksklusi
“memblokir” Orang Tua atau manakala status ego dari batas status ego yang kaku
tidak membiarkan adanya gerakan yang bebas. Orang yang mengalaminya mungkin
terbatas dalam hal mengadakan hubungan terutama sebagai orang tua, sebagai
anak-anak, sebagai orang dewasa. Orang Tua Konstan mengeksklusi orang dewasa
dan anak-anak dan biasanya didapatkan pada orang-orang yang demikian terikat
pada tugas dan berorientasi pada pekerjaan se.hingga mereka t’idak bisa
bersantai;. Orang semacam itu mungkin yang sifatnya sok menilai, moralis, dan
memaksakan kehendaknya pada orang lain. Mereka sering berperilaku dengan cara
mendominasi dan otoriter. Anak-anak konstan yang mengeksklusi Orang Dewasa dan
Orang Tua, dalam keadaan yang ekstrim, adalah seorang psikopat yang tanpa hati
nurani.
Orang
yang beroperasi terutama dari sudut Anak-anak Konstan akan terus menerus
bersifat kekanak-kanakan mereka tidak mau tumbuh dewasa. Meereka tidak berfikir
atau mengambil keputusan sendiri tetapi berusaha untuk tetap bergantung pada
orang lain untuk menghindari pertanggungan jawab atas perilaku mereka sendiri.
Mereka mencari orang yang mau mengurusnya. Orang Dewasa Konstan, yang
mengeksklusi Orang Tua dan Anak-anak, adalah obyektif yaitu, terlibat dan
peduli akan fakta. Seseorang dengan status ego
Orang Dewasa Konstan adalah pribadi yang berperilaku sebagai robot,
dengan sedikit perasaan dan sedikit spontanitas.
2. Analisis Transaksional
Analisis
transaksional pada dasarnya adalah suatu deskripsi tentang apa yang dikerjakan
dan dikatakan orang itu tentang dirinya sendiri dan tentang orang lain. Apapun
yang terjadi antar manusia akan mellibatkan transaksi antara status ego mereka
manakala pesan disampaikan maka diharapkan adanya tanggapan. Ada tiga jenis
transaksi: komplementer, lintas, dan tersembunyi. Transaksi komplementer
terjadi manakala pesan yang dikirim dari status ego yang spesifik mendapatkan
tanggapan seperti yang telah diramalkan sebelumnya dari status ego spesifik
orang lain. Contohnya ialah transaksi anak-anak.Transaksi lintas terjadi
terjadi manakala suatu tanggapan yang tidak diramalkan diberikan terhadap pesan
yang dikirimkan seseorang.Transaksi lepas adalah kompleks transaksi itu
menyangkut lebih dari dua status ego, dan sebuah pesan terselubung dikirimkan.
3. Pemodelan Keluarga
Pemodelan
keluarga, satu pendekatan lagi yang dipakai dalam analisis struktural, terutama
berguna untuk menangani Orang Tua Konstan, Orang Dewasa Konstan, ataupun
Anak-anak Konstan. Kllien diminta untuk membayangkan suatu skenario yang
mencakup sebanyak mungkin orang signifikan dimasa lewat, termasuk menetapkan
situasinya dan menggunakan anggota lain sebagai pengganti anggota keluarga.
Klien menempatkan mereka seperti yang dia lakukan pada situasi yang
diingatnya.Diskusi, perbuatan, dan evaluasi yang kemudian menyusul aka bisa
meningkatkan kesadaran tentang situasi yang spesifik dan makna personal yang
oleh klien masih dianggap berlaku.
4. Analisis dari ritual dan waktu senggang
Analisis
atas suatu transaksi mencakup
identifikasi ritual dan masa enggang yng digunaka untuk menstrukturkan
waktu. Penstrukturan waktu merupakan materi yang penting untuk diskusi dan
pengujian, oleh karena penstrukturan itu memantulkan keputusan dari suratan
tentang bagaimana bertransaksi dengan orang lain dan bagaimana caranya untuk
mendapat stroke. Orang yang mengisi hari-harinya terutama dengan ritual dan
masa senggang mungkin mengalami kekurangan stroke, dan karena dia tidak
memiliki keakraban dalam bertransaksi dengan orang lain. Oleh karena transaksi
ritual dan masa senggang itu dinilai strokenya hanya kecil, transaksi orang
macam itu akan menjadikan mereka suka mengeluh karena kekosongan, kebosanan,
tidak ada kegembiraan, merasa tidak dicintai, dan merasa tidak berarti.
5. Analisis permainan dan raket
Analisis
dari permainan dan raket merupakan aspek penting untuk memahami transaksi dengan orang lain. Berne
(1964) melukiskan sebuah permainan sebagai “urut-urutan transaksi tersembunyi
yang komplementer yang terus-menerus berjalan maju kearah terciptanya hasil
yang tertata baik dan bisa diramalkan.Bagi sebagian besar permainan, yang telah
menjadimklimaks adalah perasaan “tidak enak” yang dialami si pemain. Penting
untuk diamati dan dipahami mengapa semua itu dimainkan, klimaks apa yang
dihasilkan, stroke apa yang diterima, dan bagaimana permainan ini tetap menjaga
jarak serta mengganggu keakraban. Belajar memahami raket seseorang dan
bagaimana raket itu berkaitan dengan permainan, keputusan, dan suratan hidup
orang itu merupakan proses yang penting dalam terapi AT.
Seperti
yang telah dikatakan terdahulu, raket terdiri dari dilahirkan serta
dikumpulkannya perasaan yang digunakan untuk menghalalkan suratan hidup
seseorang dan akhirnya untuk keputusan seseorang. Misalnya, apabila Jane
menyisihkan perasaan yang tertekan, permainan yang ia mainkan dengan orang lain
seringkali memiliki depresi sebagai pembayaran upah.
Manakala
dia akhirnya bisa mengumpulkan perasaan depresi dalam jumlah yang cukup, dia
merasa bisa menghalalkan bunuh diri, yang merupakan perbuatan yang dihadirkan
untuk menutup suratan hidupnya.Hal ini berlaku bagi orang yang telah
mengikutsertakan pesan “jangan ada didunia ini”.Seseorang mungkin belajar untuk
mengkonversikan amarah menjadi kepedihan dan pada akhirnya depresi setelah
bertahun-tahun berbenturan dalam keadaan marah, tidak pernah menyuruh agresor
itu untuk berhenti. Atau sedemikian banyak amarah itu disimpan serta
dikonversikan sehingga pada akhirnya tidak bisa tahan lagi, dan amarah pun
meletup mkeluar dalam bentuk kekerasan terhadap diri sendiri ataupun orang
lain.
Raket
mencakup “pengumpulan perangko” yang dihari kemudian diperdagangkan untuk
dibayar dengan harga psikologis. Si individu mengumpulkan perasaan-perasaan
lama dengan jalan mengejar-ngejar atau menolong orang lain agar bisa merasakan
tidak dikehendaki, marah, tertekan, ditinggalkan, rasa bersalah, dan
sebagainya. Orang itu mengundang orang lain untuk memainkan peranan tertentu.
Dia bisa memprogram reaksinya ini dengan jalan menutup diri secara berlebihan
serta bersikap prmusuhan dan dengan jalan membujuk dirinya sendiri bahwa tidak
seorangpun bisa memahami dia, dan sangat kurang menaruh kepedulian terhadapnya.
Pendekatan
murni macam apapun yang datang dari orang lain akan langsung ditamengi dengan
penolakannya untuk menerima apapun dari siapapun. Pada akhirnya, akan
mengumpulkan perangko cukup banyak untuk membuktikan kepada seluruh kelompok
bahwa selama ini dia adalah benar adanya, dan kemudian bisa berkata: “benarkan,
takseorangpun yang mau peduli dengan saya”.
Raket sama
pentingnya dengan permainan dalam hal memanfaatkan orang lain, oleh karena
raket merupakan metode utama dalam hal menopengi manusia dari dunia nyata.
Diperlukan seorang terapis yang kompeten untuk bisa memilah-milah antara
amarah, kesedihan, dan rasa takut yang digunakan sebagai raket dengan ungkapan
emosi yang jujur. Terapis yang kompeten dan terampil secara tepat akan
menantang raket sedemikian rupa sehingga klien menjadi sadar akan perilaku
mereka tanpa perlu dipaksa untuk menjadi sadar.
6. Analisis suratan
Tidak
adanya otonomi seseorang brpangkal pada komitmen lain sering kali memiliki
depresi sebagai pembayaran upahnya pada penyuratan dirinya yaitu, pada rencana
hidup yang telah ditetapkan dimasa usia dini. Aspek penting dari dari suratan
hidup adalah pemaksaan kualitas yang menggiring orang untuk memainkannya.
Pada
mulanya penyuratan terjadi secara non verbal pada masa balita, dari pesan-pesan
orang tua.Sepanjang tahun-tahun permulaan dari perkembangan, orang belajar
tentang harganya sebagai seorang manusia dan tempatnya didunia kehidupan.
Kemudian, penyuratan terjadi baik secara langsung maupun tidak
langsung.misalnya, dalam suatu keluarga pesan-pesan berikut ini mungkin bisa
diberikan: “dikeluarga ini, orang laki-laki menjadi tuan dirumah”. Oleh karena
suratan hidup membentuk inti dari identitas
dan nasib keberuntungan seseorang, pengalaman hidup mungkin bisa
menuntun orang untuk menyimpulkan, disatu pihak, dengan: saya benar-benar
bebal, karena tidak ada satupun yang saya lakukan itu benar adanya. Saya pikir
saya akan tetap dungu”. Disisi lain orang itu bisa menyimpulkan dengan: “saya
bisa melakukan hampir semuanya dari apapun yang benar –benar saya putuskan
untuk saya lakukan. Saya tahu bahwa saya bisa mencapai sasaran apabila saya
salurkan usaha saya kearah yang saya ingin masuki (Gantina
dkk, 2011)
Teknik dan Prosedur Terapi
Untuk melakukan terapi dengan pendekatan AT menurut Haris
dalam Corey (1988) treatment individu-individu dalam kelompok adalah memilih analisis-analisis
transaksional, menurutnya fase permualaan AT sebagai suatu proses mengajar dan
belajar serta meletakan pada peran didaktik terapis kelompok. Konsep-konsep AT
beserta tekniknya sangat relevan diterapkan pada situasi kelompok, meskipun demikian
penerapan pada individu juga dianggap boleh dilakukan. Beberapa manfaat yang
dapat diperoleh, bila digunakan dengan pendekatan kelompok. Pertama, berbagai
ego Orang Tua mewujudkan dirinya dalam transaksi-transaksi bisa diamati. Kedua,
karakteristik-karakteristik ego anak pada masing-masing individu di kelompok
bisa dialami. Ketiga, individu dapat mengalami dalam suatu lingkungan yang
bersifat alamiah, yang ditandai oleh keterlibatan orang lain. Keempat,
konfrontasi permainan yang timbal-balik dapat muncul secara wajar. Kelima, para
klien bergerak dan membaik lebih cepat dalam treatment kelompok.
eksperimen Gestalt, dengan kombinasi tersebut hasil yang diperoleh
dapat lebih efektif untuk mencapai kesadaran diri dan otonom. Sedangkan
teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam AT, yaitu;
- Analisis struktural, para klien akan belajar bagaimana
mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu klien untuk
mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu klien
untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah
lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
- Metode-metode didaktik, AT menekankan pada domain kognitif,
prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
- Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan
orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara
orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka,
dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe
transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan terselubung.
- Permainan peran, prosedur-prosedur AT dikombinasikan dengan
teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi
permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota
kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber
masalah bagi anggota lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota
tersebut. Bentuk permainan yang lain adalah permainan menonjolkan
gaya-gaya yang khas dari ego Orang Tua yang konstan.
- Analisis upacara, hiburan, dan permainan, AT meliputi
pengenalan terhadap upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang
digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting
bagi diskusi dan pemeriksaan karena merefleksikan keputusan tentang
bagaimana menjalankan transaksi dengan orang laindan memperoleh perhatian.
- Analisa skenario, kekurangan otonomi berhubungan dengan
keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang ditetapkan pada
usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia sebagaimana
terlihat dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya. Skenario
kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi sangat
mirip dengan pementasan sandiwara.
(http://go2psychology.blogspot.com/2012/01/analisis-transaksional.html)
G. Tujuan Konseling dengan menggunakan
Pendekatan Analisis Transaksional
Tujuan utama
konseling Analisis Transaksional adalah membantu konseli untuk membuat
keputusan baru tntang tingkah laku sekarang dan arah hidupnya. Individu
memperoleh kesadaran tentang bagaimana kebebasannya terkekang karena keputusan
awal tentang posisi hidup, dan belajar untuk menentukan arah hidup yang lebih
baik. Inti terapi ini adalah mengganti kearah gaya hidup yang otonom yang
memiliki ciri-ciri: kesadaran, spontan,intim,dengan menggunakan game dan naskah hidup. Individu juga
belajar menulis kembali naskah hidup mereka (Corey,1986,p.158).
Adapun
tujuan-tujuan khusus pendekatan Analisis Transaksional adalah:
1. Konselor
membantu konseli untuk memprogram pribadinya agar membuat ego state berfungsi pada saat yang tepat.
2. Konseli dibantu untuk menganalisis transaksi
dirinya sendiri.
3. Konseli
dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain menjadi orang yang mandiri
dalam memilih apa yang diinginkan.
4.
Konselo dibantu untuk mengkaji keputusan
salah yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar keasadaran.
H. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Analisis
Transaksional
Kelebihan Menurut Gerald
Corey :
1.
Sangat berguna dan para konselor dapat dengan
mudah menggunakannya.
2.
Menantang konseli untuk lebih sadar akan
keputusan awal mereka.
3.
Integrasi antara konsep dan praktek analisis
transaksional dengan konsep tertentu dari terapi gestalt amat berguna karena
konselor bebas menggunakan prosedur dari pendekatan lain. Bab ini menyoroti
perluasan pendekatan Berne oleh Mary dan almarhum Robert Goulding (1979),
pemimpin dari sekolah redecisional TA. The Gouldings berbeda dari pendekatan
Bernian klasik dalam beberapa cara. Mereka telah digabungkan TA dengan
prinsip-prinsip dan teknik-teknik terapi Gestalt, terapi keluarga, psikodrama,
dan terapi perilaku. Pendekatan yang redecisional pengalaman anggota kelompok
membantu kebuntuan mereka, atau titik di mana mereka merasa terjebak. Mereka
menghidupkan kembali konteks di mana mereka membuat keputusan sebelumnya,
beberapa di antaranya tidak fungsional, dan mereka membuat keputusan baru yang
fungsional. Redecisional terapi ini bertujuan untuk membantu orang menantang
diri mereka untuk menemukan cara-cara di mana mereka menganggap diri mereka
dalam peran dan victimlike untuk memimpin hidup mereka dengan memutuskan untuk
diri mereka sendiri bagaimana mereka akan berubah.
4.
Memberikan sumbangan pada konseling
multikultural karena konseling diawali dengan larangan mengaitkan permasalahan
pribadi dengan permasalahan keluarga dan larangan mementingkan diri sendiri
Kelemahan Gerald Corey, 1982: 398)
1.
Banyak Terminologi atau istilah yang
digunakan dalam analisis transaksional cukup membingungkan.
2.
Penekanan Analisis Transaksional pada
struktur merupakan aspek yang meresahkan.
3.
Konsep serta prosedurnya dipandang dari
perspektif behavioral, tidak dapat di uji keilmiahannya.
4.
Konseli bisa mengenali semua benda tetapi
mungkin tidak merasakan dan menghayati aspek diri mereka sendiri.
I. Aplikasi dalam Konseling dengan
Pendekatan Analisis Transaksional
a. Deskripsi
Kronologis Masalah Konseli / Siswa
Risa (26 tahun) dan Juminten (35
tahun) merupakan pasangan suami istri yang telah dikaruniai tiga orang anak
yang masih kecil. Anak perempuan yang paling besar bernama Siska (4 tahun).
Sedangkan kedua adiknya laki-laki kembar bernama Doni dan Dino (2 tahun).Secara
kultural Risa dan Juminten dibesarkan dalam budaya yang sangat jauh berbeda.
Risa seorang Samin kulit hitam yang dibesarkan pada keluarga yang disiplin
ketat dan penuh peraturan. Sedangkan Juminten yang berkulit putih dibesarkan
dalam keluarga yang cenderung bebas dan tidak terlalu ketat dalam hal
peraturan. Ini jugalah yang menyebabkan perbedaan pandangan mereka berdua dalam
mendidik anak dan juga pembagian tugas.
Dalam pembagian tugas di rumah
tangga, Risa mendapatkan porsi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan
Juminten. Sebagai seorang ayah selain mencari nafkah Risa juga harus melakukan
berbagai urusan rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci baju, merawat anak,
dan sebagainya. Sebagai kepala rumah tangga Risa yang paling dominan dalam
keluarga tersebut. Sedangkan Juminten hanya mendapatkan tugas-tugas rumah
tangga yang lebih sederhana dan ringan. Dia juga cenderung menyerahkan berbagai
tugas kepada suaminya. Sikapnya ini mungkin muncul akibat perbedaan pandangan
yang terlalu mencolok antara pasangan tersebut tentang kehidupan ideal sebuah
keluarga. Sehingga Juminten cenderung pasif dan menurut untuk menghindari
konflik dengan suaminya.
Dalam pola pengasuhan pun mereka
memiliki pandangan yang berbeda. Risa yang dibesarkan dalam keluarga disiplin
menginginkan anak-anaknya menjadi penurut. Berbeda dengan Juminten yang
cenderung memberikan kebebasan kepada anak-anaknya. Dalam mendidik anak Risa
cenderung lebih memberikan instruksi langsung berupa perintah-perintah
tegas kepada anak-anaknya, sedangkan Juminten biasanya memberikan perintah
dengan cara meminta dan bukan menyuruh (memanjakan).
Perbedaan ini membuat anak-anak
menjadi kebingungan dalam memahami aturan keluarga. Mereka mengalami
kebingungan tentang mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak boleh dilakukan
akibat perbedaan pendapat di antara kedua orang tua mereka. Seringkali ketika
ayahnya mengatakan iya untuk suatu hal namun ibu mengatakan tidak, begitu pula
sebaliknya dan terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya anak-anak menjadi
semakin kebingungan dengan perilaku orang tuanya sehingga mereka cenderung
tidak terkendali dan berbuat semaunya.
b. Kesimpulan
Untuk
mengatasi kasus ini hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyamakan konsep
antara pasangan suami istri tersebut. Selain solusi lainnya juga sangat perlu
dilakukan. Berikut ini merupakan upaya penanganan secara umum dari kasus
perbedaan budaya dalam keluarga, antara lain :
1.
Menyamakan
konsep antara pasangan suami istri tersebut.
Perbedaan
tersebut perlu diselesaikan secepatnya kemudian perlu disepakati norma-norma
dan nilai-nilai bersama dalam keluarga.
2. Pasangan tersebut harus menyamakan
gambaran ideal mereka tentang sebuah keluarga yang baik bagi mereka berdua. Hal
ini tidaklah mudah mengingat mereka berdua dilahirkan dan dibesarkan dalam
keluarga yang cukup berbeda bahkan mungkin berlawanan.
3. Pasangan tersebut perlu
menciptakan struktur keluarga mereka yang baru dimana tidak ada pihak yang merasa
dirugikan. Sturuktur yang baru ini diharapkan menjadi penyelesaian atas
kebingungan struktur yang terjadi selama ini.
4. Mengingat anak-anak yang masih
kecil dimana sistem kognisi mereka belum berkembang secara sempurna maka
anak-anak cukup menerima secara langsung kesepakatan yang dihasilkan oleh orang
tua mereka. Setelah orang tua menyepakati apa yang harus dilakukan, intervensi
kepada anak-anak cukup menggunakan model pendekatan behavioristic karena model
pendekatan tersebut lah yang dirasa paling efektif.
Dalam konseling tidak hanya
mendiskripsikan permasalahan secara umum saja melainkan juga dengan menggunakan
berbagai pendekatan dan tehnik agar permasalahan klien benar-benar ditangani
sebaik mungkin. Untuk lebih terperinci lagi upaya penanganan diatas akan
didampingi dengan pendekatan-pendekatan yang tepat sebagai upaya dalam
menyelesaikan masalah klien.
c. Deskripsi
Ketepatan masalah tersebut diatasi dengan
Pendekatan analisis transaksional
Menurut
Gerald Corey Analisis Transaksional berakar pada filosofi antideterministik.
Analisis ini juga mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh harapan serta tuntutan
oleh orang lain yang signifikan baginya, terutama oleh karena keputusan yang
terlebih dulu telah dibuat pada masa hidupnya mereka pada saat mereka sangat
tergantung pada orang lain. Tetapi keputusan dapat ditinjau kembali dan
ditantang, dan apabila keputusan yang telah diambil terdahulu tidak lagi cocok,
bisa dibuat keputusan baru. Pendekatan ini memiliki beberapa struktur
kepribadian antara lain status ego anak (SEA), status ego orang tua (SEO) dan
status ego dewasa (SED).
Dibawah ini adalah penjelasan
secara singkat tentang struktur kepribadian :
a.
Status
Ego Anak (SEA). Ego anak dapat dilihat dalam dua bentuk yaitu sebagai seorang
anak yang menyesuaikan dan anak yang wajar. Anak yang menyesuaikan diujudkan
dengan tingkah laku yang dipengaruhi oleh orang tuanya. Hal ini dapat
menyebabkan anak bertindaak sesuai dengan keinginan orang tuanya seperti
penurut, sopan, dan patuh, sebagai akibatnya anak akan menarik diri, takut,
manja, dan kemungkinan mengalami konflik. Anak yang wajar akan terlihat dalam
tingkah lakunya seperti lucu, tergantung, menuntut, egois, agresi, kritis,
spontan, tidak mau kalah dan pemberontak.di dalam kehidupan sehari-hari dapat
dilihat jika terjadi suatu interaksi antara dua individu.
b.
Status
Ego Dewasa (SED). Status ego dewasa dapat dilihat dari tingkah laku yang
bertanggung jawab, tindakan yang rasional dan mandiri. Sifat dari status ego
dewasa adalah obyektif, penuh perhitungan dan menggunakan akal.Didalam
kehidupan sehari-hari interaksi dengan menggunakan status ego dewasa.
c.
Status
Ego Orang Tua (SEO). status ego orang tua merupakan suatu kumpulan perasaan,
sikap, pola-pola tingkah laku yang mirip dengan bagaimana orang tua individu merasa
dan bertingkah laku terhadap dirinya.Ada dua bentuk sikap orang tua, yang
pertama adalah orang tua yang selalu mengkritik-merugikan, dan yang kedua
adalah orang tua yang sayang.
Dari
ketiga ego states tersebut kasus perbedaan budaya dalam keluarga dapat
ditangani menggunakan pendekatan analisis transaksional. Dilihat dari SEO yang
ada dalam kasus dimana pasangan tersebut mencoba menanamkan apa yang klien
dapatkan dari orang tuanya dulu untuk diterapkan dalam kehidupan barunya atau
kehidupan rumah tangganya saat ini. Sedangkan SEAnya, anak meniru perilaku
orang tua yang keliru.
Dengan menggunakan tehnik permission
(pemberian kesempatan) dalam analisis transaksional maka klien akan diberikan
kesempatan untuk menggunakan waktunya secara lebih efektif, klien diharapkan
dapat mengalami semua status ego yang biasanya dilakukan dengan mendorong klien
untuk menggunakan kemampuan status ego dewasanya untuk menikmati kehidupan.
Selain itu mengubah perintah-perintah lama atau persepsi lama dan menggantinya
dengan persepsi baru yang lebih baik tanpa menghilangkan status ego
dewasanya. Dengan pendekatan dan tehnik tersebut diharapkan klien dapat
mengubah pola perilaku yang keliru dan mulai membuat keputusan baru yang sesuai
dengan emninggalkan keputusan lama yang sudah tidak fungsional lagi
0 Response to "Konseling Pendekatan Analisis Transaksional"
Post a Comment