Secara
substansial etika, moral dan akhlak adalah sama, yakni membahas tentang ajaran
baik dan buruk perilaku manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia
dan dengan lingkungan alam.
Perbedaan
antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau
standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak
berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan
adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat. Jika
masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik, maka baik pulalah nilai
perbuatan baik itu. Dan sebaliknya jika masyarakat atau adat istiadat
menganggap suatu perbuatan itu buruk atau tidak baik, maka buruk pulalah nilai
perbuatan itu
.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan
temporal (bisa berubah-ubah) sesuai dengan adat istiadat atau kebiasaan
masyarakat tertentu (tergantung dimana masyarakat itu tinggal), sedangkan
standar akhlak bersifat universal dan abadi. Perbedaan lain adalah bahwa moral
bersifat praktis, sedangkan etika adalah bersifat teoritis.
B.
Karakteristik Etika Islam (Akhlak)
B.
Karakteristik Etika Islam (Akhlak)
Akhlak
merupakan ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji atau tercela
menyangkut perilaku manusia yang meliputi perkataan, pikiran dan perbuatan
manusia lahir dan bathin.
Menurut
Ibnu ‘Arabi, di dalam diri manusia ada tiga nafsu,yaitu :
- Nafsu
Syahwaniyah,
ialah nafsu yang ada pada manusia dan binatang, nafsu ini cenderung kepada
kelezatan jasmaniyah, misalnya makan, minum dan nafsu seksual. Jika nafsu
ini tidak terkendali, manusia menjadi tidak ada bedanya dengan binatang,
sikap hidupnya menjadi hedonisme.
- Nafsu
Ghodlobiyah,
nafsu ini juga ada pada manusia dan binatang, yaitu nafsu yang cenderung
pada amarah, merusak dan senang menguasai dan mengalahkan yang lain. Nafsu
ini lebih berbahaya daripada nafsu syahwaniyah jika tidak
terkendali, karena dapat mengalahkan akal.
- Nafsu
Nathiqah,
ialah nafsu yang membedakan manusia dengan binatang. Dengan nafsu ini
manusia mampu berpikir dengan baik, berdzikir, mengambil hikmah dan
memahami fenomena alam. nafsu syahwaniyah ini menjadikan manusia
dapat membedakan yang baik dan yang buruk.
Apabila
manusia dapat mengoptimalkan nafsu nathiqah untuk mengendalikan dan nafsu
ghodlobiyah, manusia akan dapat menjadi lebih unggul dan mulia. Pada
akhirnya lahirlah manusia-manusia yang berakhlakul karimah.
Begitu
pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam sehingga Al-Qur’an tidak hanya memuat
ayat-ayat tentang akhlak secara spesifik, melainkan selalu mengaitkan ayat-ayat
yang berbicara tentang hukum dengan masalah akhlak pada ujung ayat. Ayat-ayat
yang berbicara tentang shalat, puasa, haji dan zakat serta mu’amalah selalu
dikaitkan dan diakhiri dengan pesan-pesan perbaikan akhlak. (Al-Baqarah 2 :
183) : “Hai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Dan
(Al-Baqarah 2 : 197) : “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah
dimaklumi. Barang siapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka
janganlah dia berkata jorok (rafas), berbuat maksiat dan bertengkar dalam
melakukan ibadah haji…….”
Hamzah
Ya’qub (1996), etika Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut :
- Etika Islam mengajarkan dan
menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari
tingkah laku yang buruk.
- Etika Islam menetapkan bahwa
yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya perbuatan, didasarkan pada
ajaran Allah Swt.
- Etika Islam bersifat universal
dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat
manusia di segala waktu dan tempat.
- Etika Islam mengatur dan
mengarahkan fithrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan meluruskan
perbuatan manusia.
C. Akhlak dan Aktualisasinya Dalam
Kehidupan
Aktualisasi
akhlak adalah bagaimana seseorang dapat mengimplementasikan iman yang
dimilikinya dan mengaplikasikan seluruh ajaran Islam dalam setiap tingkah laku
sehari-hari.
Menurut
obyek atau sasarannya terdapat akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia dan
akhlak kepada lingkungan.
1. Akhlak kepada Allah
a. Beribadah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang
muslim beribadah membuktikan ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah.
Berakhlak kepada Allah dilakukan melalui media komunikasi yang telah
disediakan, antara lain ibadah shalat.
1. Akhlak kepada Allah
a. Beribadah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya.
b. Berdzikir, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berdzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati sebagaimana diungkapkan dalam firman Allah dalam surat Ar-Ra’d 13 : 28, yang artinya sbb: “Ingatlah, dengan dzikir kepada Allah akan menentramkan hati”.
c. Berdo’a, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu, berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktivitas hidup setiap muslim.
Orang yang
tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya
sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong, suatu perilaku
yang tidak disukai Allah.
d. Tawakkal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan. Disebutkan dalam surat Hud 11: 123, yang artinya : “Dan kepunyaan Allah-lah segala rahasia langit dan bumi, dan kepada-Nyalah dikembalikan segala urusan. Oleh karena itu sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak akan melupakan apa yang kamu kerjakan”.
d. Tawakkal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan. Disebutkan dalam surat Hud 11: 123, yang artinya : “Dan kepunyaan Allah-lah segala rahasia langit dan bumi, dan kepada-Nyalah dikembalikan segala urusan. Oleh karena itu sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak akan melupakan apa yang kamu kerjakan”.
Tawakkal
bukanlah menyerah kepada keadaan, sebaliknya tawakkal mendorong orang untuk
bekerja keras karena Allah tidak menyia-nyiakan kerja manusia. Setelah bekerja
keras apapun hasilnya akan diterimanya sebagai sesuatu yang terbaik bagi
dirinya, tidak kecewa atau putus asa.
e. Tawadduk kepada Allah, adalah rendah hati dihadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina dihadapan Allah Mahakuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, Nabi bersabda : “Sedekah tidak mengurangi harta dan Allah tidak menambah selain kehormatan pada seseorang yang memberi maaf. Dan tidak seorang yang tawadduk secara ikhlas karena Allah,melainkan dia dimuliakan Allah”. (Hadits riwayat Muslim dan Abu Hurairah)
e. Tawadduk kepada Allah, adalah rendah hati dihadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina dihadapan Allah Mahakuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, Nabi bersabda : “Sedekah tidak mengurangi harta dan Allah tidak menambah selain kehormatan pada seseorang yang memberi maaf. Dan tidak seorang yang tawadduk secara ikhlas karena Allah,melainkan dia dimuliakan Allah”. (Hadits riwayat Muslim dan Abu Hurairah)
Oleh karena itu tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak bertawadduk kepada Allah karena manusia diciptakan dari bahan yang hina nilainya, yaitu tanah.
2. Akhlak kepada manusia
a. Akhlak kepada diri sendiri
1. Sabar, adalah perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil
dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap terhadap apa yang menimpanya.
Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan, dan ketika
ditimpa musibah dari Allah.
Sabar
melaksanakan perintah adalah sikap menerima dan melaksanakan segala perintah
Allah dengan ikhlas. Sedangkan sabar dalam menjauhi larangan Allah adalah
berjuang mengendalikan diri untuk meninggalkan (larangan) itu. Sabar terhadap
musibah adalah menerima musibah apa saja yang menimpa dengan tetap berbaik
sangka kepada Allah serta tetap yakin bahwa ada hikmah dalam setiap musibah
itu. Sabar terhadap musibah merupakan gambaran jiwa yang tenang dan keyakinan
yang tinggi terhadap Allah, karena itu pantaslah kalau Allah menghapus
dosa-dosanya, sebagaimana sabda Nabi, yang artinya : “Tidak ada seorang muslim
yang terkena gangguan, baik berupa duri atau lebih dari itu, melainkan akan
menghapus kesalahannya dan menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana gugurnya daun
dari pohon” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
2. Syukur adalah sikap berterima kasih atas`pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan memuji Allah dengan bacaan hamdalah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan keharusannya, seperti bersyukur diberi penglihatan dengan menggunakannya untuk membaca ayat-ayat Allah, baik yang tersurat dalam Al-qur’an maupun yang tersirat pada alam semesta.
Orang yang
selalu bersyukur terhadap nikmat Allah akan ditambah nikmat yang diterimanya
sebagaimana firman-Nya, yang artinya : “Kalau kalian bersyukur, tentu Aku akan
menambah (nikmat) untukmu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Srt Ibrahim :7).
3. Tawadduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawadduk lahir dari kesadaran akan hakikat dirinya sebagai manusia yang lemah dan serba terbatas yang tidak layak untuk bersikap sombong dan angkuh di muka bumi, Allah berfirman, artinya : “Janganlah kamu palingkan mukamu dari manusia dan jangan kamu berjalan di muka bumi dengan sombong. (QS. Luqman 31 : 18)
3. Akhlak Kepada Orangtua (Ibu Bapak)
Akhlak
kepada kedua orang orangtua disebut juga dengan birrul walidain, Allah
memerintahkan kepada kita agar senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tua,
sebagaimana firman-Nya dalam surat Luqman : 14, yang artinya : “ Dan Kami
perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada ibu bapaknya, ibunya yang
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu”.
Berbuat
baik kepada ibu bapak bukan saja ketika mereka hidup, tetapi walaupun mereka
telah meninggal dunia kita tetap harus berbuat baik kepada keduanya dengan cara
mendo’akan dan memintakan ampunan untuk mereka kepada Allah, menepati janji
mereka yang belum terpenuhi, meneruskan silaturrahim dengan sahabat-sahabat
mereka sewaktu masih hidup, dan seterusnya.
4. Akhlak Kepada Keluarga
Akhlak
terhadap keluarga adalah mengembangkan kasih sayang di antara anggota keluarga
yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Apabila kasih sayang telah mendasari
komunikasi antara orang tua dengan anak, maka akan lahir wibawa pada orang tua.
Demikian sebaliknya, akan lahir kepercayaan orang tua pada anak. Oleh karena
itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam komunikasi semua pihak dalam
keluarga.
Pendidikan
yang ditanamkan pada keluarga akan menjadi ukuran utama bagi anak dalam
menghadapi pengaruh yang datang kepada mereka di luar rumah. Dengan dibekali
nilai-nilai dari rumah, anak-anak dapat menjauh segala pengaruh tidak baik yang
datang kepadanya. Sebaliknya anak-anak yang tidak dibekali oleh nilai-nilai
dari rumah, jiwanya kosong dan akan mudah sekali terpengaruh oleh lingkungan di
luar rumah.
Nilai
essensial yang dididikkan kepada anak dalam keluarga, yang pertama adalah
aqidah, yaitu keyakinan tentang eksistensi Allah. Apabila keyakinan itu sudah
tertanam sejak dini, maka kemanapun akan pergi dan apapun yang dilakukannya
akan hati-hati dan waspada karena ia akan selalu merasa diawasi oleh Allah.
Seperti yang diajarkan oleh Luqman kepada anaknya, yang dimuat dalam Al-qur’an
surat Luqman : 13, yang artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata pada
anaknya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
5. Akhlak
Kepada Lingkungan Hidup
Misi agama
Islam adalah mengembangkan rahmat, bukan hanya kepada manusia tetapi juga
kepada alam dan lingkungan hidup, sebagaimana firman Allah dalam surat Al
Anbiya, 21 : 107, artinya : “Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan
untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”.
Misi
tersebut tidak terlepas dari tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah di
muka bumi, yaitu sebagai wakil Allah yang bertugas memakmurkan,mengelola, dan
melestarikan alam. Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya.
Alam dan
lingkungan yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat, sebaliknya jika
alam yang dibiarkan atau hanya diambil manfaatnya saja akan mendatangkan
malapetaka bagi manusia. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Rum, 30 : 41),
yang artinya : “ Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”.
Kerusakan
dan ekosistem di lautan dan daratan terjadi akibat manusia tidak sadar,
sombong, egois, rakus, dan angkuh. Perbuatan ini disebut dengan akhlak yang
tidak terpuji (al akhlaqul madzmumah).
Rangkuman
Moral
adalah sesuatu yang berkenaan dengan baik dan buruk. Tak jauh berbeda dengan
moral hanya lebih spesifik adalah budi pekerti. Akhlak adalah perilaku yang
dilakukan tanpa banyak pertimbangan tentang baik dan buruk. Adapun etika adalah
kajian sistematis tentang baik dan buruk. Bisa juga dikatakan bahwa etika
adalah ilmu tentang moral. Hanya saja perbedaan antara etika dan ilmu akhlak
(etika Islam) bahwa yang pertama hanya mendasarkan pada akal, sedangkan yang
disebut terakhir mendasarkan pada wahyu, akal hanya membantu terutama dalam hal
perumusan.
Di tengah
krisis moral manusia modern (seperti dislokasi, disorientasi) akibat menjadikan
akal sebagai satu-satunya sumber moral, agama bisa berperan lebih aktif dalam
menyelamatkan manusia modern dari krisis tersebut. Agama dengan seperangkat
moralnya yang absolut bisa memberikan pedoman yang jelas dan tujuan yang luhur
untuk membimbing manusia ke arah kehidupan yang lebih baik.
Akhlak
dalam praktiknya ada yang mulia disebut akhlak mahmudah dan ada akhlak
yang tercela yang disebut akhlak madzmumah. Akhlak mulia adalah akhlak
yang sesuai dengan ketentuan-ketentuanan yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya
sedangkan akhlak tercela ialah yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Allah dan rasul-Nya. Kemudian dari pada itu, kedua kategori akhlak tersebut ada
yang bersifat batin dan ada yang bersifat lahir. Akhlak batin melahirkan akhlak
lahir.
Akhlak
mulia dalam kehidupan sehari-hari diwujudkan baik dalam hubungannya dengan
Allah – akhlak terhadap Allah, antara lain: tauhid, syukur, tawakal, mahabbah;
hubungannya dengan diri sendiri – akhlak terhadap diri sendiri, antara lain :
kreatif , dinamis, sabar, iffah, jujur, tawadlu; dengan orang tua atau keluarga
– akhlak terhadap orang tua, antara lain: berbakti, mendoakannya, dll.;
hubungannya dengan sesama – akhlak terhadap sesama atau masyarakat, antara
lain: ukhuwah, dermawan, pemaaf, tasamuh; dan hubungannya dengan alam – akhlak
terhadap alam, antara lain: merenungkan, memanfaatkan dan menjaga lingkungan
dengan sebaik-baiknya.
0 Response to "Moral, Etika dan Akhlak Seorang Konselor"
Post a Comment